the story of a lady and a young woman

"I am a happy man", said Mr. Blair

Filed under: Emak-General | Tags: | February 9th, 2005
Post

Sesuai dengan judulnya, begitulah pernyataan Mr. Blair. Di jaman yang cukup sulit seperti sekarang ini baik di tanah air atau pun di belahan dunia lainnya, rasanya jaman sekarang pernyataan beliau diatas cukup langka untuk didengar. Boleh dibilang diusianya yang lebih dari 80 tahun, he has seen the the ups and downs nya dunia. Cara beliau menyampaikannya kepada kami : “Yeah, I am a happy man”, dengan senyum dan tatapan mata yang memberi jutaan makna ini membuat Syl ingin menuliskan pengalaman kami saat bertemu dengan beliau. Dan juga bagaimana beliau memandang kehidupan ini dengan cara yang simple dan tentunya kisah cinta beliau terhadap istrinya.

Siapakah Mr. Blair ini ? Dan hubungannya dengan kami apa ? Begini nich ceritanya :

Dikarenakan pekerjaan si Papap aka my husband, di Mandalay kami sekeluarga tinggal di apartment unit di Hotel tempat Papap kerja. Tinggal 24 jam di dalam Hotel tentunya ada enaknya dan ada juga beberapa hal yang bikin nggak enak, seperti most of the time at least kami harus berpakaian rapi – nggak bisa selebor kata lainnya dan harus selalu tersenyum ketika berpapasan dengan staff (mau mood lagi baik atau jelek tentunya). Kalau hal yang ngenakin banyak banget diantaranya, sering bertemu banyak tamu dari berbagai negara mainly European Countries (karena main market Myanmar Tourism Industry adalah tourist dari negara-negara Eropa dan belakangan ini booming juga dari Inggris dan Amerika). Banyak juga tamu yang akhirnya menjadi teman baru bagi kami sekeluarga. Ada juga tamu-tamu yang sudah menjadi teman ini mempunyai jadwal kunjungan regular tiap tahun ke Mandalay. Cemara tentunya yang paling senang, karena pasti ada buah tangan dari teman-teman baru kami ini pada setiap kunjungan regular mereka ke Mandalay. Ada juga yang jauh-jauh hari sudah kirim email memberitahukan kedatangan mereka, dan bertanya kira-kira apa yang kami perlukan, tentunya mereka sudah paham akan keadaan disini dimana banyak barang yang tidak bisa kita dapatkan di Mandalay. Begitulah kira-kira salah satu bentuk suka keluarga kami dengan privileges dari pekerjaan si Papap.

Back to Mr. Blair’s story ya. Minggu lalu, setelah makan malam kami duduk-duduk di Lounge for a cup of hot chocolate. Tidak lama kemudian datanglah seorang Bapak yang akhirnya baru sadar kalau ternyata pas sorenya sempat papasan di Lobby – beliau menarik perhatian sekali diantara tamu lainnya karena sambil jalan, beliau siul-siul terus – riang banget pokoknya. Kami duduk di kursi tinggi di bar counter dan kemudian datanglah Mr. Blair ini dan berdiri pas disebelah si Papap sambil memesan segelas Orange Juice. Berpakaian sangat rapi (berdasi), tiba-tiba beliau menegur si Papap dengan membuka pembicaraan dengan accent Inggrisnya yang kental : “Ssst, I was here in Mandalay 60 years ago!”. Kami berdua otomatis langsung terbelalak. “Hah!”. Then, the story started.

Mr. Albert Blair, 81 years old – was here in Mandalay 60 years ago in 1944 as a British Soldier. Sebagai bahan masukan, Myanmar dulu adalah jajahan Inggris. Minggu lalu setelah 60 tahun, akhirnya beliau bisa menginjakkan kakinya kembali di kota Mandalay *Beliau senangnya bukan kepalang*. He was 21 years old sewaktu menjadi tentara Inggris dan berperang melawan pendudukan Jepang di Myanmar. Dengan uang pensiunan sebagai tentara yang menurut beliau just enough adalah merupakan suatu hal yang sangat mustahil bagi beliau untuk dapat travel ke Mandalay, Myanmar. Untungnya ada satu Badan Veteran yang membiayai beliau dan beberapa veteran lainnya, dengan 2 pilihan negara tempat mereka bertugas dahulu yang dapat mereka kunjungi, yaitu India dan Myanmar. Beliau memilih Myanmar (Mandalay in particular) karena satu alasan yang sangat simpel : selama 18 bulan penempatan beliau di Myanmar, hampir seluruh waktunya dia berada di dalam tank dan hanya bisa dapat melihat Myanmar dari periscope kecil dari dalam tank.

Semasa perang, beliau dan batalionnya juga berusaha menduduki Mandalay Palace tapi tidak berhasil. Dengan kekalahan Inggris atas pendudukan Jepang, akhirnya pasukan Inggris ditarik dan ditempatkan di India. Last week, he finally made it – he managed to get into the Mandalay palace in peace *senyumnya sangat sumringah* even 60 years later. Beliau juga ingin sekali melihat tank yang dulu dikendarainya semasa perang, yang sayangnya ternyata baru beberapa bulan lalu dipindahkan oleh Pemda Kota Mandalay ke kota lain. I could see from his eyes that it was such a memorable trip for him.

Seperti kebanyakkan orang yang sudah tua lainnya, yang kalau sudah mulai bercerita akan sulit untuk dipotong – ingin rasanya bertanya-tanya lebih details lagi. Di usianya yang sudah menginjak 81 tahun, postur beliau masih sangat tegap, pendengaran dan ingatan beliau masih sangat tajam. Dan satu hal yang dapat dirasakan, he was one of the very warmth persons I have ever met, I must say. Beliau juga bercerita mengenai pertemuannya dengan Ratu Elizabeth ke-II di acara temu muka dengan para tentara veteran (sambil memperagakan cara berdiri dan sikap yang ditunjukkan as if sang Ratu benar-benar berada disampingnya malam itu). Juga pertemuan beliau dengan seorang wanita yang membeli Paper Poppies yang dijual oleh beliau sebagai veteran perang di setiap bulan November (Veteran Remembrance Day) – click here for the history of poppy as the symbol of Veteran Remembrance Day. Wanita ini bertanya kepada beliau mengenai tanda jasa yang tersemat di jas nya ketika menjual Paper Poppies, setelah mengetahui bahwa tanda jasa tersebut didapat setelah bertempur di Myanmar, wanita tersebut ternyata lahir di kota Pyin Ool Win atau yang lebih dikenal dengan kota May Myo (Kalau pembaca setia Keluarga Cemara pasti ingat liputan kunjungan kami ke kota Pyin Ool Win yang masih sarat akan bangunan bergaya kolonial Inggris).

Later on, beliau bercerita mengenai istrinya, bernama Marjorie. Tahun ini mereka akan merayakan ulang tahun perkawinan yang ke-54. I could see the passion in his eyes ketika beliau menceritakan Marjorie. Kali pertama mereka bertemu pada suatu suatu acara Dancing Ball di tahun 1949 setelah beliau discharged from the Army. After the ball, it was A Gentleman’s Excuse Me thing when he asked whether he could see her home (yang ternyata she only lived a block behind his house). Gayung bersambut, Marjorie yang pada waktu itu sudah mempunyai kekasih memutuskan hubungan dengan kekasihnya dan memulai jalinan kasih dengan beliau.

Today, Mr. Blair is a happily married man after nearly 54 years. Has 2 grand daughters. Life is very simple to him. He was still working until a year ago, and quit only because the firm was shut down. He got another job doing garden for a quite nice weekly sum. Beliau menyampaikan kepada kami berdua, kalau beliau boleh meminta sama yang di Atas : Beliau ingin diberi waktu sedikitnya 6 tahun lagi – sehingga beliau bisa merayakan 60 tahun usia perkawinannya. Dan jika seandainya beliau diberikan one last wish, beliau ingin mengulang kembali kisah cintanya ketika pertama kali bertemu dengan Marjorie. It was so sweet, he said *matanya memandang jauh ke depan*.

Malam makin larut, kami pun pamitan dengan Mr. Blair dan wished him a good trip back home keesokan harinya. Sampai di apartment, baring-baringan sama Cemara in her bed while Papap, noted down all the details of his story in the computer. Suddenly, I realized that I should have taken a picture with him. Buru-buru bangun dan telepon ke Lounge untuk mencheck apakah he was still there. Luckily, he was still at the Lounge – I went back to see him and managed to take the above picture.

Benang merah yang dapat ditarik setelah bertemu dengan Mr. Blair, bahwa :

  • Simplicity – Hidup begitu simpel dimata beliau – mungkinkah karena dimasa mudanya beliau melihat dunia luar hanya dari periscope kecil di dalam tank? Possible juga ya. Satu hal yang dapat dipelajari bahwa kita harus melihat dan membuat hidup ini lebih simpel untuk mencapai kebahagiaan.
  • Spirit – he explained his side job doing garden in someone’s else house, bahwa meskipun beliau sudah tua, it does not mean that they just have to wait until the day comes – but make the life as fruitful as possible. Bekal untuk hari tua kita nanti nich, agar tetap produktif walau usia sudah lanjut, Insya Allah kita semua diberi umur panjang dan kesehatan oleh Allah. Amin.
  • Passion – I saw the passion on his eyes when he explained his love and marriage – biasanya orang semakin tua, those sweet loves kan suka terkikis tuh, but not on his case, tetap membara. *Para pasangan yang sedang mempunyai masalah dalam perkawinan atau yang berniat untuk bercerai rasanya harus melihat mata Mr. Blair malam itu. Most of the divorced case nowadays standard banget penyebabnnya, seperti yang selalu terlontarkan dari para selebs kita : tidak adanya kecocokan, tidak satu visi, berbeda prinsip dan sejenisnya – mungkin kalau melihat betapa kuat passion yang terpancar dari matanya Mr. Blair mungkin akan merubah niatan untuk bercerai*. Dengan berjalannya waktu kita harus tetap menjaga hubungan dengan pasangan hidup kita agar tetap selalu hangat dan mesra.
  • He promised to send us a letter when he got home – nanti kalau suratnya datang, I will share you another story ya.

    34 Responses

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *