the story of a lady and a young woman

Tour seputar Mandalay

Filed under: Emak-General | Tags: | September 29th, 2004
Post

Hari Sabtu Minggu lalu, Syl diberikan kesempatan yang jarang didapat nich. Dimulai pada hari Jumat malam ceritanya. Malam itu si Papap mengundang Flora and Gerald – Indonesian couple untuk nonton DVD bareng di tempat kita. Movie night deh kira-kira judulnya, sambil makan Pizza accompanied by nice cold drinks. Sebelumnya juga pernah juga nich kita bikin Movie night ini. Berhubung disini tidak ada bioskop yang memutar film selain film lokal, jadi Movie night ini sudah lumayan – walau hanya dari TV biasa tapi nontonnya bareng-bareng.

Gerald dan Flora sudah datang, tapi malam itu I felt like Kwetiau dari salah satu Resto Thai disini. Daripada had Pizza malam itu – Syl pesen aja Kwetiau dan Bihun Goreng. Mmmh, yummy yummy pokoknya. Nggak lama kemudian ada tamu yang mau ketemu si Papap, lama juga tuh Syl dan Flora nungguin while Gerald nemenin si Papap. Sampai akhirnya kita makan aja duluan deh. Later on si Papap dan Gerald balik, bilang kalau ada orang Indonesia sama suaminya mau mampir ke tempat kita after they finished their dinner.

Karena so malam nggak jadi nonton deh malam itu, ngobrol-ngobrol aja sambil nunggu teman si Papap. Akhirnya datang deh, her name is Liza. Baru 3 minggu tiba di Myanmar dan tinggal di Yangon. Suaminya orang Jerman kerja di Travel Agent. Liza used to work for Freeport, and ever since got married otomatis meninggalkan karirnya di Freeport. Jadi ingat Pak Raymond nya Ibu Ray yang dulu juga kerja di Freeport. Chit-chat lumayan lama, akhirnya besoknya Syl dan Flora diajak tour ke tempat yang Syl belum pernah pergi sebelumnya – dan kebetulan mereka kan ada guidenya juga. Duh, seneng banget rasanya.

So, on that Saturday diantara spots yang kami pergi ada beberapa tempat which I have not been there before :

  • Monastry (Masuk ke Vihara dengan 1,300 biksu didalamnya plus dapur)
  • Ubien Bridge (The longest teakwood bridge)
  • 2 Pagoda terkenal
  • Pabrik Permen (Traditional Candy)
  • Pabrik Lilin (Traditional)
  • Pabrik Payung Kertas
  • Pabrik Pakaian dalam (Bra yang terbuat dari kain biasa dijual di pasar)
  • Pabrik Mainan dari tanah liat (Sayang jalan kesananya rusak parah)
  • Tempat pengasahan batu Jade (Traditional)
  • Mmmh, menarik sekali pokoknya. Walau panas terik dan masuk-masuk ke gang-gang untuk sampai ke tempat-tempat diatas, we enjoyed so much the tour. Plus acara makan siang yang menunya Mie Ayam di warung Mie terkenal di pinggir jalan pasar.

    Liputannya akan Syl posting satu per satu dan akan dimulai dari kunjungan ke Monastry berisi 1,300 Biksu atau dalam bahasa Inggrisnya disebut monk.


    Setiba di Monastry di daerah Amarapura ini, guidenya membawa kami ke dapur tempat masak untuk kurang lebih 1,300 monks. Tukang masaknya bukan para monks, melainkan para pekerja sukarela. Dengan bekerja secara sukarela disini, menurut kepercayaan mereka akan mendapatkan merrits dan kebutuhan akan makan hari itu juga terpenuhi. Semua bahan makanan yang dimasak berasal dari sumbangan umat. Oh ya, dalam satu hari para monks ini makannya hanya 2 kali dan pas kami tiba disana juga sudah mau masuk makan siang. Berikut photo yang berhasil Syl ambil di dapur :


    Left : Seorang sukarelawan sedang mengaduk curry
    Right : Panci ukuran raksasa berisi sup


    Left : Panci paling depan berisi minyak panas untuk menggoreng bawang
    Right : ‘Beds of Tomatoes’

    Photo paling atas adalah barisan para monks yang antri untuk makan siang. Mereka makan dari dalam mangkok bulat yang mereka bawa. Jadi pihak Monastry tidak menyediakan piring untuk mereka. Warna jubah mereka juga ada yang maroon, orange, coklat atau kekuningan yang dimana warna ini tiak membedakan mereka. Hal ini dikarenakan sumbangan umat yang tentunya tergantung warna apa yang mereka beli pada saat itu.

    Pada photo berikut dibawah ini ada monk-monk kecil yang mengenakan jubah berwarna putih. Nah, mereka adalah monk yang akan mengabdikan dirinya dari kecil sampai tua untuk menjadi monk. Ternyata ada 3 macam monk, sayangnya Syl kurang menyimak nich karena sibuk cekrak-cekrek terus. Satu diantaranya ya yang mengabdi dari kecil itu. Tapi just in case mereka mau berhenti atau nggak kuat ditengah jalan terus mau berhenti dan kembali ke masyarakat hal ini diperbolehkan. Dan, even ada case dimana seorang suami atas ijin istri, anak dan keluarga pada suatu hari memutuskan untuk mengabdikan diri menjadi monk juga bisa. Berikut prosesi makan siang yang hening, tidak ada suara pun kalau mau berkomunikasi dengan sinyal-sinyal tertentu ataupun gerakan mata :

    19 Responses

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *