the story of a lady and a young woman

(Seri #35) : Photo Bercerita

Filed under: The story behind | Tags: | June 20th, 2006
Post


Klik photo untuk ukuran lebih besar

Judul : Nostalgia

Rasanya Myanmar adalah tempat yang sangat tepat untuk bernostalgia. Kok ? Kan nggak pernah kesana? Pertanyaan ini timbul pasti. Menurut Syl sih begitu, karena di tempat lain yang namanya kemajuan di berbagai bidang terasa sekali perubahannya. Di sini belum terlalu terasa. Jadi tepat sekali untuk bernostalgia.

Sejak beberapa tahun terakhir, kegemaran menonton film Benyamin atau Warkop pun dimulai. Selain film-film mereka yang kocak dan selalu membuat perut ini terkocok, satu hal yang paling mengasyikan adalah bisa melihat Jakarta di jaman film itu dibuat. Tentunya jaman masih kecil dulu, dimana Jakarta masih asri, masih rindang, masih banyak President Taxi dengan warna kuningnya yang khas atau Taxi Ratax dengan warna mobilnya yang coklat susu. Atau jenis-jenis mobil dahulu yang sekarang sudah punah. Mengingatkan akan masa kecil, bersepeda dari rumah ke pasar Mayestik, keluyuran di kompleks atlit yang sekarang sudah jadi Plaza Senayan. Oh, rasa aman pada masa itu tidak ada tandingannya.

Bicara soal mobil, di sini masih banyak sekali mobil tua, mobil Mazda kotak sabun seri B 600 pun masih laik jalan dan dipergunakan sebagai taxi. Mobil Fiat yang dipergunakan di film Benyamin juga masih banyak, belum lagi mobil Corolla keluaran tahun 73 masih mulus-mulus bahkan sebagian ada yang stir kiri dan berpendingin pula. Ayaiyai…. kok jadi bicara mobil gini. Pokoknya setiap jalan pagi, banyak sekali lihat mobil-mobil tua di atas yang berseliweran yang selalu membuat tersenyum – ditemani pula oleh harumnya pohon Akasia di sepanjang jalan. Harumnya wangi dari pohon Akasia mengingatkan akan kompleks atlit di areal Plasa Senayan dulu itu.

Kembali ke topik Myanmar adalah tempat yang tepat untuk bernostalgia. Mau buktinya? Perhatikan photo di atas – sebuah warung teh di kota Pyin Oo Lwin yang mengingatkan akan masa tahun 70’an atau mungkin 60’an. Melihat warung teh di atas mengingatkan akan buku-buku sastra karya pujangga kita yang terkenal. Mengingatkan akan desa kecil di pelosok tanah air pada era di atas. Furniture nya, interior nya, warna pewarna dindingnya – semuanya menjadi satu kesatuan which reminds me of the old days.

Dari photo di atas juga terlihat bagaimana ritme kehidupan yang terasa lambat, ringan dan jauh dari stress – mengingatkan akan kota Ubud di Bali dengan ritme yang sama. Sang ibu bahkan terlihat sedang sibuk mencari uban.

Mmmmh…. if I could turn back time…. , begitu kata Oma Cher dalam salah satu lagunya yang menjadi hit di penghujung tahun 80’an.

8 Responses

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *